Laman

Jumat, 30 November 2012

Katalisator (1/2)

Judulnya memang sedikit berbau Bioteknologi. Aku memang suka menautkan hal yang satu dengan hal yang lainnya, supaya lebih lama membekas dalam hati.
 
Inspirasi menulis pada malam hari ini bersumber dari pengalaman pribadi minggu ini koq.

Sebenarnya, pengalaman ini bisa dibagikan ketika sesi sharing dalam Persekutuan Doa hari Sabtu, tapi karena sudah merencanakan akan mbolos, aku bagikan ke kalian di sini aja :p


Singkat cerita, sama seperti suatu proses bioteknologi pada umumnya, proses perkembangan organisasi ternyata juga membutuhkan sebuah katalisator, atau dalam bahasa manajemennya lebih dikenal dengan motor penggerak.

Sudah 2 kali dalam seminggu ini aku merasa ada katalisator di dalam organisasi ini. Yang pertama adalah ulahku dan yang satu lagi adalah ulah temanku. Ada 1 hal yang membuat kedua ulah manusia ini menjadi mirip, yaitu kami menimbulkan masalah, yang mana harus segera diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Dari perasaan "ini harus segera diselesaikan" ini, aku bisa katakan organisasi ini sedang naik ke level berikutnya. Kenapa begitu?
Hal ini karena organisasi ini telah menyadari kelemahannya dan ia tahu bahwa ia harus segera melakukan sesuatu untuk mengatasinya.

Ia bergerak, ia terkatalisasi untuk berkembang.


(Mungkin tulisan ini masih sangat abstrak, tunggu detail ulah-ulah kami di postingan selanjutnya..)
 

Minggu, 11 November 2012

Tuhan itu Mahakreatif

Setelah lama tidak muncul di dunia tulis-menulis, pada malam hari yang berbahagia ini aku merasa mendapatkan panggilan kembali untuk menulis.

Tuhan itu Mahakreatif.
Sebenarnya julukan ini sudah pernah terlintas di kepalaku beberapa waktu yang lalu, tapi sayang berlalu begitu saja di kepalaku tanpa seorangpun tahu kenapa aku menjulukiNya begitu.

Hari ini aku baru saja mendapatkan pengalaman yang mengingatkanku pada kekreatifan Tuhan ini.

Akhir-akhir ini aku merasa cukup tertarik dengan teori klasifikasi manusia berdasarkan punya perencanaan atau cenderung spontan. Menurutku, aku adalah tipe orang yang punya perencanaan.

Beberapa hari ini misalnya, aku sering mengalami masalah dengan jam bangun pagiku. Jam wekerku sudah berbunyi sejak jam 07:30. Entah karena masih ingin merem beberapa menit lagi atau karena suara jam wekernya kurang keras, ujung-ujungnya aku jadi baru bangun sejam kemudian.
Sejak saat itu, aku mencoba untuk mengeraskan suara jam wekerku. Jadi pagi ini seharusnya aku benar-benar bisa bangun pada jam yang aku inginkan, karena aku akan pergi ke Karlsruhe.

Jam berbunyi pagi-pagi. Aku berhasil bangun tepat waktu! Setelah bangun, siap-siap, aku pun berhasil berangkat ke stasiun kereta sesuai dengan waktu yang aku inginkan.

Setelah keluar rumah, muncullah masalah pertama: aku sempat frustrasi karena hujan lebat. Tapi aku memang tidak punya pilihan lain. Sesuai yang kurencanakan, kuambil sepedaku dari parkiran, kunaiki, dan kukayuh sepeda itu sampai ke stasiun. Nggak masalah.

Setelah 3 menit berkendara, muncullah masalah kedua: angin yang menerpa saat itu memang cukup kencang, sehingga aku harus memegang Kapuze Pulloverku erat-erat, supaya kepalaku tidak kena air hujan. Mengendarai sepeda dengan satu tanganpun aku sudah terbiasa, es geht.

Sesampai di 2 perempatan pun, semuanya pun berjalan sesuai rencana. Lampu hijau selalu menyala untukku. Aku tiba di stasiun 2 menit sebelum keberangkatan keretaku. "Ah, masih sempat, yang lalu-lalu pun sempat", pikirku.
Aku pun setengah berlari menuju ke peron. Setiba di sana, aku merasa jantungku serasa dihujam oleh pisau belati. "Jlebbb", keretaku mulai bergerak perlahan-perlahan..

Aku pun ketinggalan kereta ke Karlsruhe.

Memang sih, ini nggak terlalu buruk. Toh masih ada kereta berikutnya, yang akan datang 30 menit lagi. TAPI, aku merasa keterlambatanku yang 30 menit ini cukup berarti untuk mereka, apabila karena aku acaranya harus mundur 30 menit. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak jadi berangkat, karena sampai di sana ada kemungkinan acaranya sudah mendekati selesai, atau apabila menjadi belum dimulai karena menungguku pun, aku malah merasa nggak enak sendiri.

Jadilah akhirnya aku ikut kegiatan Persekutuan Doa (PD) di Mannheim, di mana aku sudah pernah mbolos 2 kali di dalam PD sebelum-sebelumnya :p

Setelah aku mengikuti PD ini, aku merasakan kelegaan batin yang luar biasa, sama seperti yang aku alami 2 bulan lalu setelah mengikuti retret. Aku benar-benar bisa merasakan kehadiran Tuhan.
Ia telah menjamahku dan mencurahkan kembali Roh Kudus-Nya untuk membimbing hidupku, karena Allah adalah kasih (1 Yoh. 4: 7-21)

Aku yang telah merencanakan segala sesuatunya dengan rapi pun akhirnya harus mengangkat bendera putih terhadap rencana Tuhan. Aku berencana mbolos Persekutuan Doa lagi, tapi Tuhan telah merancang semua hal kreatif tadi untuk menggagalkan rencanaku. Ia tahu apa yang mungkin lebih aku butuhkan saat ini, daripada diriku sendiri.
Tulisan ini juga barangkali adalah salah satu buah Roh Kudus yang boleh aku bagikan ke kalian semua.

Tuhan itu Mahakreatif, bukan?
Rencanaku mungkin berkata A, tapi Tuhan telah menjadikannya berkata B. Dan memang indah pada waktunya.
Kreatif, alur ceritanya benar-benar tak bisa ditebak.
Satu hal yang aku percaya, rencana Tuhan selalu baik adanya.