Laman

Rabu, 12 Januari 2011

Penekanan Pelajaran di Jerman

Deutschland: Land der Ideen
(Jerman: Negara Ide)

Motto ini benar adanya. Sebagai mahasiswa di Studienkolleg KIT yang sudah mendapatkan pelajaran selama kurang lebih 3 bulan, aku menyadari beberapa perbedaan penekanan pelajaran di Jerman dengan di Indonesia.

Penekanan yang dimaksud adalah soal konsep.
Berbeda dengan pelajaran di Indonesia yang lebih terkesan menghafal, pelajaran di Jerman menekankan pemahaman konsep. Misalnya, pelajaran tentang Limit dan Diferensial.

Penjelasan tentang Limit di Jerman memakan waktu cukup lama, hanya untuk menjelaskan konsep tentang apa sebenarnya Limit itu.
Penjelasan tentang Limit bermula dari barisan bilangan.

Misalnya a(n) = 1, kemudian a(n+1) = 4a(n) - 13

Kita diminta untuk menentukan, bagaimana kecenderungan grafiknya, apakah dari lembah ke bukit, atau dari bukit ke lembah. Apakah ada nilai batas, apakah konvergen atau divergen. Dengan mencari nilai batas itulah, sebenarnya kita sedang belajar Limit tak hingga dari suatu fungsi.

Setelah paham dengan Limit, sama halnya dengan di Indonesia, kita menuju ke konsep Diferensial. Penjelasan tentang Diferensial juga memakan waktu yang tidak sebentar. Dosen itu sampai menggambar grafik f(x), f '(x), dan f ''(x) sebagai fungsi f(x), turunan pertama dari f(x) dan turunan kedua dari f(x) untuk menjelaskan apa itu diferensial dan bagaimana kita dapat menemukannya.
Ternyata, diferensial bisa dikatakan adalah kecenderungan gradien suatu grafik.

Grafik barangkali, adalah sesuatu yang banyak membantu pemahaman konsepku. Dari pelajaran Matematika, sekarang kita beralih ke pelajaran Fisika.

Pelajaran Fisika tentang gelombang di kelas 3 SMA di Indonesia banyak menggunakan fungsi sinus dan kosinus, misalnya

y = 4 sin (5x + 17)

Entah intuisiku benar atau tidak, aku merasa pembelajaran itu lebih menekankan ke bagaimana orang dapat menghitung dan menjawab pertanyaan Fisika itu dengan cepat dan tepat. Akan tetapi, apabila ditanya, apa bedanya grafiknya dengan grafik y = sin (x) biasa? Sedikit banyak, pelajar Indonesia akan mengalami kesulitan.

Dengan grafik, semua akan terasa lebih mudah. Kita bisa membayangkan bagaimana kecenderungan grafiknya, bisa memperkirakan nilai puncak dan sebagainya.

Jujur, aku belum paham konsep Integral secara matang. Akan tetapi, karena kebutuhan yang mendesak, terpaksa aku menghafal rumus-rumusnya supaya bisa mengerjakan soal Matematika UN dan SNMPTN.

Mudah-mudahan, konsep Integral yang akan dijelaskan pada Semester 2 Studienkolleg di Jerman (yang memang lebih menekankan konsep itu) nanti membuat aku lebih paham dan bukan lagi menjadi momok seperti yang dialami oleh pelajar-pelajar SMA maupun di bangku kuliah di Indonesia.
Ini jugalah salah satu alasanku melanjutkan studi ke Jerman. Sekalipun aku orang Indonesia, aku ingin mengerti konsepnya benar-benar, sehingga bisa mengembangkan ilmu, bukan menunggu pengembangan ilmu dari negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, maupun Jerman ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar